Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut
Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut

Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut

Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut
Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut

Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Bangkrut Dengan Berbagai Faktor Yang Menjadi Penyebab Utama Kerugiannya. Halo semuanya, para pengamat ekonomi dan pebisnis di seluruh Indonesia! Industri tekstil Tanah Air kembali menghadapi tantangan besar. Setelah kabar mengejutkan dari PT Sri Rejeki Isman Tbk. Namun kini giliran raksasa tekstil dari Bandung yang harus menelan pil pahit. Dan perusahaan yang telah menjadi pilar ekonomi di Jawa Barat ini. Terlebihnya yang di kabarkan telah di nyatakan pailit atau bangkrut. Berita ini bukan sekadar kabar bangkrut biasa. Namun melainkan cerminan dari badai yang tengah melanda sektor manufaktur. Apa yang menyebabkan perusahaan sebesar ini tak mampu bertahan? Apakah ini pertanda bahwa gelombang kebangkrutan di industri tekstil akan terus berlanjut? Maka situasi ini tentu menimbulkan kekhawatiran besar. Akan tetapi juga bagi stabilitas ekonomi regional. Mari kita telaah lebih lanjut tentang Susul Sritex.

Mengenai ulasan tentang Susul Sritex, perusahaan tekstil Bandung bangkrut telah di lansir sebelumnya oleh kompas.com.

Sejarah Dan Kejayaan Sritex

Ia merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang pernah menjadi kebanggaan nasional dan bahkan Asia Tenggara. Dan perusahaan ini berdiri pada tahun 1966 di Solo dengan nama UD Sri Redjeki. Terlebih yang di pelopori oleh H.M. Lukminto yang memulai usaha dengan menjual kain belacu untuk pabrik batik. Pada awalnya, kapasitas produksinya relatif kecil. Akan tetapi melalui kerja keras dan visi yang jelas. Dan mereka mulai memperluas produksinya dengan mendirikan pabrik tenun pertama pada tahun 1982. Serta kemudian mengembangkan lini produksi menjadi empat tahap dalam satu kompleks: pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen. Pada era 1990-an hingga 2010-an, mereka mencapai puncak kejayaannya. Perusahaan di percaya memproduksi seragam militer untuk 36 negara. Kemudian termasuk negara-negara NATO dan Jerman, menandai ekspansi global yang sukses. Meskipun menghadapi krisis moneter pada 1998. Dan juga mereka yang masih mampu bertahan dan bahkan untuk memperbesar kapasitas produksinya.

Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Yang Kini Juga Bangkrut

Kemudian juga masih membahas Susul Sritex, Perusahaan Tekstil Bandung Yang Kini Juga Bangkrut. Dan fakta lainnya adalah:

Beban Utang Yang Berat

Tentu hal ini menjadi salah satu faktor paling krusial dalam kejatuhan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Terlebih ia raksasa tekstil yang pernah menjadi kebanggaan Indonesia. Pada awal 2020-an, total utang Mereka di laporkan mencapai sekitar Rp24,3 triliun, angka yang sangat besar bahkan bagi perusahaan dengan kapasitas produksi. Dan juga jaringan distribusi internasional seperti Sritex. Sebagian besar utang ini berasal dari pinjaman untuk membiayai ekspansi bisnis. Tentu yang termasuk pembangunan pabrik baru, pembelian mesin-mesin berteknologi tinggi. Serta juga peningkatan lini produksi untuk memenuhi permintaan pasar global. Utang ini pada awalnya dianggap sebagai strategi untuk memperkuat posisi perusahaan dalam industri tekstil. Akan tetapi ternyata menjadi beban berat ketika kondisi ekonomi dan permintaan pasar tidak sesuai harapan. Penurunan permintaan global akibat pandemi COVID-19 semakin memperparah tekanan keuangannya.

Pasar ekspor mengalami kontraksi, sementara penjualan domestik juga menurun. Karena daya beli masyarakat yang melemah. Aliran kas perusahaan tidak lagi cukup untuk menutupi kewajiban utang. Kemudian yang termasuk pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman. Banyak aset perusahaan, mulai dari pabrik, mesin, hingga persediaan bahan baku. Dan telah di jadikan jaminan kepada kreditur, sehingga ruang fleksibilitas finansial Sritex sangat terbatas. Kondisi ini membuat negosiasi dengan kreditur menjadi sulit. Karena sebagian besar pihak yang menagih haknya menuntut penyelesaian utang secara penuh. Selain tekanan eksternal, manajemen utang internal juga menjadi persoalan. Upaya mereka untuk melakukan restrukturisasi utang. Dan merundingkan kesepakatan perdamaian dengan kreditur tidak berhasil. Ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola utang dengan hati-hati. Serta di kombinasikan dengan ketergantungan pada pinjaman besar untuk ekspansi. Kemudian membuat kondisi finansialnya semakin rapuh. Pada Mei 2021, mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai langkah hukum.

Badai Industri Tekstil: Raksasa Bandung Menyusul Sritex Pailit

Selain itu, masih membahas Badai Industri Tekstil: Raksasa Bandung Menyusul Sritex Pailit. Dan fakta lainnya adalah:

Proses Hukum Dan PKPU

Hal ini menjadi tahap penting dalam perjalanannya menuju kepailitan. Pada Mei 2021, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tentunya di Pengadilan Niaga Semarang sebagai upaya untuk menunda pembayaran utang kepada para kreditur. PKPU merupakan mekanisme hukum yang memungkinkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Terlebihnya untuk mendapatkan penundaan sementara. Kemudian sambil merundingkan kesepakatan perdamaian atau restrukturisasi utang. Langkah ini di ambil nya sebagai cara untuk menyelamatkan perusahaan dari risiko kebangkrutan langsung. Serta mengingat besarnya beban utang yang mencapai sekitar Rp24,3 triliun. Selama proses PKPU, Sritex berupaya melakukan negosiasi dengan kreditur. Terlebihnya untuk mencapai kesepakatan penyelesaian utang yang dapat di terima semua pihak. Namun, kesulitan finansial yang terus meningkat. Dan juga di tambah dengan penurunan permintaan global akibat pandemi COVID-19.

Serta membuat perusahaan tidak mampu menawarkan rencana pembayaran yang realistis. Selain itu, sebagian besar aset perusahaan telah di jadikan jaminan untuk pinjaman. Sehingga fleksibilitasnya untuk melakukan restrukturisasi terbatas. Seiring berjalannya waktu, permohonan PKPU yang di ajukannya tidak membuahkan hasil yang di harapkan. Pengadilan menilai bahwa perusahaan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya kepada para kreditur. Maka upaya penundaan pembayaran utang tidak efektif. Pada akhir Februari 2025, setelah melalui proses hukum panjang yang melibatkan berbagai pihak termasuk anak usahanya. Dan pengadilan memutuskan untuk menyatakan perusahaan dan beberapa anak usahanya pailit. Keputusan ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat melanjutkan operasionalnya karena beban utang yang terlalu besar dan tidak terselesaikan. Proses hukum ini tidak hanya menandai berakhirnya masa penundaan pembayaran utang. Akan tetapi juga menjadi langkah formal untuk melindungi kepentingan kreditur. Dan juga yang akan memastikan penyelesaian kewajiban perusahaan secara hukum.

Badai Industri Tekstil: Raksasa Bandung Menyusul Sritex Pailit Dan Sangat Di Sayangkan

Selanjutnya juga masih membahas Badai Industri Tekstil: Raksasa Bandung Menyusul Sritex Pailit Dan Sangat Di Sayangkan. Dan fakta lainnya adalah:

Dampak Sosial: PHK Massal

Kepailitan mereka ini tidak hanya berdampak pada aspek finansial perusahaan. Akan tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang signifikan. Tentunya terutama bagi ribuan karyawan yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan tersebut. Saat resmi di nyatakan pailit pada akhir Februari 2025, sekitar 10.965 karyawannya kehilangan pekerjaan secara mendadak. Angka ini mencakup pekerja di pabrik utama, anak usaha. Dan juga unit operasional pendukung di berbagai wilayah. PHK massal ini menjadi pukulan besar bagi komunitas pekerja. Terlebih khususnya di kota Solo dan sekitarnya, yang selama puluhan tahun menggantungkan pendapatan mereka pada industri tekstil ini. Dampak sosial dari PHK massal ini bersifat multidimensional. Secara ekonomi, banyak keluarga yang mengalami penurunan pendapatan secara drastis.

Karena mereka sebelumnya menyediakan pekerjaan tetap dengan gaji. Dan juga fasilitas kesejahteraan yang relatif stabil. Kehilangan pekerjaan mendadak ini memaksa sejumlah karyawan mencari pekerjaan alternatif. Serta yang tidak selalu mudah mengingat kompetensi mereka lebih banyak terspesialisasi pada industri tekstil dan garmen. Selain itu, PHK massal juga memengaruhi para pekerja kontrak, buruh harian lepas. Dan tenaga magang yang tergantung pada aktivitas operasional perusahaan. Dari sisi psikologis dan sosial, PHK massal memunculkan tekanan mental, kecemasan. Serta ketidakpastian masa depan bagi para karyawan. Banyak pekerja yang telah puluhan tahun bekerja di sana harus menghadapi kenyataan kehilangan pekerjaan. Dan kehilangan identitas profesional yang melekat pada status mereka di perusahaan.

Jadi itu dia beberapa fakta perusahaan tekstil Bandung bangkrut dan Susul Sritex.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait