Sport
TOEFL Di Gugat Karena Menjadi Syarat Masuk Kerja
TOEFL Di Gugat Karena Menjadi Syarat Masuk Kerja
TOEFL Di Gugat Sering Menjadi Syarat Dalam Tahap Perekrutan Karyawan, Terutama Untuk Perusahaan Multinasional. Namun, persyaratan tersebut belakangan ini menuai kecaman di sejumlah kalangan karena di nilai tidak relevan dalam konteks tertentu. Gugatan terhadap TOEFL sebagai syarat masuk kerja bermula dari keluhan sejumlah pelamar yang merasa bahwa TOEFL. Yang mulanya merupakan ujian akademik untuk meneruskan pendidikan di luar negeri. Tidak secara langsung menggambarkan keahlian seseorang dalam konteks profesional. Seiring dengan naiknya kebutuhan perusahaan untuk merekrut karyawan dengan keahlian bahasa Inggris yang baik. TOEFL menjadi tolok ukur yang di nilai objektif. Akan tetapi, tidak semua pekerjaan memerlukan tingkat kemampuan bahasa Inggris yang di ukur dalam tes ini. Sehingga kriteria ini di nilai diskriminatif oleh sebagian orang.
Alasan utama gugatan ini ialah ketidaksesuaian antara kemampuan dan keterampilan bahasa Inggris yang di perlukan di tempat kerja. TOEFL mengukur kemampuan bahasa Inggris dalam hal akademik, termasuk pemahaman bacaan ilmiah dan keahlian menulis esai formal. Padahal, banyak bidang kerja hanya memerlukan kemampuan komunikasi dasar dalam bahasa Inggris. Seperti berbicara dan mengetahui instruksi atau berkomunikasi lewat email. Bagi sejumlah orang, persyaratan skor TOEFL tinggi di nilai membatasi peluang kerja untuk kandidat yang sebenarnya kompeten. Tetapi tidak mempunyai keterampilan bahasa yang luar biasa.
Dalam gugatan ini, TOEFL Di Gugat penggugat menyuarakan bahwa perusahaan seharusnya mempertimbangkan alternatif lain untuk mengukur kemampuan calon karyawan. Misalnya lewat wawancara langsung atau uji kemampuan bahasa yang lebih berhubungan dengan pekerjaan yang di lamar. Sejumlah perusahaan telah beralih ke tes yang lebih terjangkau. Kemudian menawarkan pengujian bahasa Inggris internal yang Berkonsentrasi pada keterampilan praktis misalnya percakapan dan komunikasi tertulis dalam hal bisnis. Selain itu, muncul pula desakan untuk memakai tes bahasa Inggris yang lebih sederhana. Seperti TOEIC (Test of English for International Communication) yang lebih sesuai untuk lingkungan kerja.
Mengenal TOEFL Di Gugat Melalui Sejarah Pemberlakuannya Dalam Merekrut Karyawan
Tes TOEFL atau Test of English as a Foreign Language mulai di kenal luas sejak tahun 1960-an. Terutama untuk kepentingan pendidikan di universitas Amerika Serikat dan negara lain yang berbahasa Inggris. Dalam perkembangannya, Mengenal TOEFL Di Gugat Melalui Sejarah Pemberlakuannya Dalam Merekrut Karyawan mulai di laksanakan di dunia kerja. Banyak perusahaan, terutama yang beroperasi dalam skala internasional. Mengharuskan calon karyawannya untuk memperlihatkan skor TOEFL tertentu sebagai bukti keahlian komunikasi dalam bahasa Inggris. Hal ini di nilai penting untuk memastikan bahwa karyawan bisa berkomunikasi secara efektif di lingkungan global yang bersaing.
Di Indonesia, pemberlakuan TOEFL sebagai salah satu syarat masuk kerja. Pertama kali di cetuskan oleh perusahaan multinasional yang berhubungan erat dengan klien asing. Pemberlakuan ini di dasari oleh keperluan perusahaan dalam mendukung operasional dan negosiasi bisnis internasional. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, TOEFL mulai menjadi syarat utama untuk memperoleh pekerjaan. Tidak hanya yang membutuhkan komunikasi langsung dengan pihak asing. Seiring berkembangnya kebutuhan bahasa Inggris di pasar kerja. TOEFL menjadi pengukur kemampuan yang mayoritas di terima di sejumlah sektor.
Meski TOEFL di terima luas di dunia perusahaan, syarat ini juga mendapat protes, terutama dari para pelamar kerja. Beberapa pihak membuat gugatan dengan dalil bahwa TOEFL tidak selalu berkaitan dengan pekerjaan yang di lamar. Pihak yang menggugat menyampaikan bahwa tidak semua posisi kerja membutuhkan kapasitas bahasa Inggris tingkat tinggi. Dan TOEFL sebagai syarat di nilai memicu hambatan yang tidak perlu. Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu. Sehingga mewajibkan calon pekerja memperoleh skor TOEFL tinggi di nilai diskriminatif dan menghambat akses kerja.
Hal Ini Membuat Semakin Banyak Pengangguran
Penggunaan TOEFL untuk syarat dalam tahap rekrutmen pekerjaan telah membuat perdebatan yang hangat. Khususnya terkait efeknya terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Dengan semakin banyak perusahaan yang mengharuskan skor TOEFL tertentu. Muncul ketakutan bahwa calon pekerja yang mempunyai kompetensi sesuai bidang namun kurang dalam kemampuan bahasa Inggris, justru kesusahan memperoleh pekerjaan. Persyaratan TOEFL yang tidak berhubungan dengan beberapa jenis pekerjaan di anggap mempersempit kesempatan kerja. Terutama untuk mereka yang berasal dari wilayah atau latar belakang pendidikan yang tidak mendukung pengajaran bahasa Inggris secara detail.
Dalam hal persaingan kerja, TOEFL menjadi penghalang khususnya untuk generasi muda yang baru lulus dan sedang mencari pekerjaan pertama. Bagi mereka, persyaratan TOEFL acap kali menjadi penghambat karena ketidakmampuan finansial. Untuk melaksanakan kursus bahasa Inggris atau tes resmi yang biayanya tergolong mahal. Hal ini membuat kesenjangan antara mereka yang bisa memenuhi persyaratan TOEFL dan mereka yang tidak. Akibatnya, banyak lulusan baru yang mempunyai keterampilan dan bakat di bidang tertentu tetap tidak di terima kerja. Hanya karena tidak mencapai standar TOEFL, Hal Ini Membuat Semakin Banyak Pengangguran.
Penggunaan TOEFL sebagai syarat utama dalam rekrutmen juga di anggap diskriminatif. Terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan, mengingat bahasa Inggris bukan bahasa ibu. Syarat ini bukan sekedar menghambat mereka yang kurang lancar berbahasa Inggris. Tetapi juga membuat stigma bahwa calon pekerja yang tidak lancar berbahasa Inggris di nilai kurang kompeten. Padahal, banyak pekerjaan yang tidak membutuhkan kemampuan bahasa Inggris yang tinggi. Dan pekerja yang tidak fasih pun terbilang bisa berkinerja baik dalam bidang tersebut.
Pemerintah Di Harap Peka Dengan Situasi
Pemerintah di harapkan peka dengan situasi ini dan memahami bahwa persyaratan TOEFL dapat menimbulkan hambatan struktural. Banyak perusahaan yang memberlakukan skor TOEFL sebagai syarat masuk kerja tanpa mengutamakan hubungannya dengan tugas yang akan di jalani. Akibatnya, banyak lulusan dengan kemampuan yang sesuai dalam bidang yang di butuhkan akhirnya tersisih. Karena ketidakmampuan menjalankan standar bahasa Inggris tertentu. Dengan demikian, peran pemerintah cukup vital untuk mengatur penggunaan TOEFL agar tidak menimbulkan pembedaan dan ketidakadilan.
Regulasi dari pemerintah juga di butuhkan untuk memproteksi hak-hak pencari kerja supaya dapat bersaing secara adil di dunia kerja. Melalui regulasi ketenagakerjaan yang menyokong, pemerintah dapat memberikan perlindungan supaya pelamar kerja tidak terbebani dengan persyaratan sulit. Misalnya, pemerintah dapat menambahkan ketentuan bahwa persyaratan TOEFL hanya dapat di pakai pada posisi yang betul-betul membutuhkan keterampilan tersebut. Pemerintah Di Harap Peka Dengan Situasi berharap sanksi untuk perusahaan yang mencantumkan syarat TOEFL secara diskriminatif.